novel 2

sebagian besar tulisan dari isi buku ini merupakan pandangan dan pemikiran pribadiku tentang hidup. Tentang bagaimana caraku memandang segala sesuatu secara positif. Tentang bagaimana di setiap masalah pasti terdapat hal-hal baik yang bisa diambil dan dijadikan pembelajaran. Tentang bagaimana memotivasi diri sendiri untuk terus gigih mengejar mimpi dan sebagai pemacu semangat saat diri ini ngedown atau sedih.  Buku ini aku tulis dengan perasaan cinta, berdamai dengan setiap masalah yang pernah singgah dalam hidupku. Awalnya tidak terbayang olehku atau bahkan berniat untuk menampilkan tulisan dan pemahaman pribadi ini dalam bentuk buku. Selama ini aku hanya menjadikan tulisan-tulisan ini sebagai konsumsi pribadiku.  Sama seperti orang lain, aku pun pasti pemah merasakan kesedihan, sepi, jatuh, malas, hingga menilai semua hal dengan sudut pandang negatif.  Menurutku, hal-hal seperti ini sangat wajar untuk dirasakan. Tapi, yang terpenting adalah jangan sampai terjerumus atau...

Kebanyakan orang memilih indah, seru, berkesan, memorable, colorful, dan beragam kata bernada positif Iainnya untuk menggambarkan masa SMA.  Namun, tidak bagi Aldi. Saat ini, detik ini, Aldi akan  memilih panas sebagai kata yang paIing tepat untuk menggambarkan masa SMA-nya.  Sambil menghapus peluh di kening, Aldi yang duduk di balik perangkat drum menatap ruang musik sekolah yang sempit, berantakan, dan dipenuhi alat-alat musik berselimut  debu karena jarang dimainkan. Suara derit mes'm AC tua  membuat suasana semakin terasa mengenaskan.  ”Ini ruang musik atau neraka? Panas amat!”  Panasnya suhu di ruang musik membuat seragam Aldi basah oleh keringat dan hal ini membuat ia-yang sangat memperhatikan penampilan-senewen. Ia khawatir, berkeringat akan membuat kegantengannya luntur.  Iqbal, sesosok cowok berjambul yang sedang memainkan gitar, geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya itu. la mengambil remote AC dan berupaya membuat suhu di ruanga...

OVE LIMA PULUH SEMBILAN TAHUN.  Dia mengendarai Saab. Dia menuding orang yang tampangnya tidak ia sukai, seakan orang itu maling dan telunjuknya adalah senter polisi. Dia berdiri di gerai toko yang didatangi para pemilik mobil Jepang untuk membeli kabel-kabel putih. Ove mengamati asisten penjualan untuk waktu yang lama, lalu mengguncang-guncang kotak putih berukuran sedang ke hadapan asisten itu.  ”Jadi, ini salah satu O-Pads itu, kan?" tanyanya. Si asisten, seorang pemuda yang memiliki indeks massa tubuh satu digit, tampak tidak nyaman. Jelas sekali dia  berusaha mengendalikan dirinya untuk tidak merenggut kotak itu dari tangan Ove.  ”Ya, tepat sekali. iPad. Bisakah Anda berhenti mengguncang-guncangnya seperti itu ...?”  "Ya atau, maksud saya, itu iPad. Sebagian orang  menyebutnya ‘tablet’ dan yang lain menyebutnya ’alat peramban’. Ada berbagai cara dalam memandangnya ....”  Ove memandang asisten penjualan seakan pemuda itu baru saja bicara secara ter...