DOWNLOAD EBOOK NOVEL AKU INI BINATANG JALANG - CHAIRIL ANWAR GRATIS
PUISIl yang unggul bukan hanya puisi yang minta dibaca ulang terus-menerus, namunjuga yang mengubah cara kita membaca dan menulis. Demikianlah, Chairil Anwar bukan hanya nama seorang penyair, tapi juga nama untuk sebuah situasi, tepatnya kompleks kekaryaan yang memungkinkan kita menghidupkan bahasa dan sastra kita. Menempatkan ia sebagai hanya pembaharu-pendobrak memang layak dilakukan oleh sesiapa yang menggemari klise dan nostalgia. Sekadar pembaharu bagi saya adalah ia yang hanya hidup untuk zamannya sendiri: ia hanya melahirkan fashion bagi generasinya, yang cepat menjadi kedaluarsa; si pembaharu segera menjadi bagian masa lampau jika kita memandangnya dari arah zaman kita. Tidak demikian halnya dengan Chairil. Sajaksajaknya menyediakan dasar bagi penulisan puisi sampai hari ini. Atau, dalam sajak-sajak Indonesia yang terbaik, kita selalu dapat menemukan jejak-jejaknya. Demikianlah, situasi Chairil Anwar adalah lingkupnya menegakkan sastra dan budaya tulisan.
Terlalu lama khalayak pembaca tenggelam dalam sejenis mitos bahwa Chairil Anwar adalah si binatang jalang yang terbuang dari kumpulannya, bahwa dengan kejalangan ia membangun sastra yang baru. Mitos demikian hanya akan menempatkan Chain'l kc dalam kelisanan yang membuat kita malas menyelami karyanya. Terbalik dengan itu, selama 1942-1949 ia sungguh-sungguh mengerjakan budaya tulisan: melakukan studi terhadap para pendahulunya, membaca sastra dunia dan mengambilnya kc dalam dirinya, merumuskan konsep penciptaannya dengan terang,2 dan akhirnya
menulis (ya, bukan mengarang) sajak-sajak yang membayangi sastra kita hingga hari ini. Puisi Chain’l membangkitkan kekayaan bahasa kita sampai ke tingkat yang mustahil dikatakan dengan cara lain, tetapi yang tetap sedap dan masuk-akal, sehingga para penyair yang kemudian seperti gementar di hadapannya dan akhirnya mau tak mau mcngambilnya sebagai model atau sebagai lawan-tanding. Demikianlah Chairil Anwar menjadi semacam penyair-induk dalam bahasa kita. Saya tidak mengatakan bahwa puisinya sempurna. Dengan ketaksempurnaannya dalam beberapa segi, sajak-sajak Chairil tetap membayangkan potensi kebangkitan lebih lanjut: yakni bahwa untuk mencapai kepadatan dan kebulatan, puisi boleh “melanggar” tata bahasa. Cacat yang dihasilkannya adalah apa-apa yang mesti dipertimbangkan oleh para penyair yang datang kemudian.
Sudah barang tentu pelanggaran demikjan hanya bisa dilakukan oleh ia yang gandrung benar akan bahasa; ia yang pandai memiuhkan hukum bahasa untuk menampilkan dunia secara lain; ia yang berpikir tentang bahasa. Seorang penyair modern pada dasarnya adalah perajin dan pemikir sekaligus: sebagai perajin ia selalu bermain dan bertarung dengan berbagai “teknik” yang disediakan para pendahulu yang sudah ia pilih berdasarkan aspirasinya; dan sebagai pemikir ia mencerna berbagai khazanah pustaka, yang memungkinkan ia melengkapkan dan mengoreksi sastra sebelumnya. Ia tidak meradang dan menerjang: ia percaya bahwa “pikiran berpengaruh besar pada hasil seni yang tingkatnya tinggi"; berkreasi baginya adalah “menimbang, memilih, mengupas", bukan berimprovisasi, bukan “dipengaruhi hukum wahyu”, bukan “kerja sctengah-setengah”.3 Terhadang sejenis mitos bahwa Chairil Anwar adalah seorang pembaharu, khalayak pembaca kerap meletakkan ia sebagai pelawan tradisi. Bagi saya, tidak. Sebab jelaslah Chairil memperluas tradisi. Ia dengan cermat mencerna puisi lama, memilih model yang tepat untuk din'nya. Bahkan bagi sebagian penyair dan pengupas, sajak-sajaknya yang terbaik adalah yang berbentuk kuatn‘n, lcbih sering kuatrin berima. Kita baca sajaknya berikut ini:
Comments
Post a Comment